Rahim yang Berbicara

Budaya patriarki yang masih dominan dianut di Indonesia menyebabkan segala lini baik dalam keseharian, pendidikan, kebudayaan, bahkan seni membuat perempuan (secara sengaja atau tidak) dianggap sebagai bagian dari pelengkap saja. Dengan demikian, okupasi ruang baik dalam keseharian maupun ruang publik kerap didominasi oleh laki-laki. Dominasi tersebut berimbas pula pada skena seni, salah satunya adalah skena seni rupa yang ada saat ini. Munculnya nama-nama perupa perempuan dalam skena seni rupa membuat berbagai perspektif muncul termasuk narasi perempuan yang setidaknya menjadi validasi bahwa narasi-narasi dalam seni rupa tidak hanya diproduksi oleh laki-laki. 

Dewi Candraningrum mulai terdengar sebagai aktivis, akademisi sekaligus perupa perempuan yang melahirkan karya-karya lukisan dengan tema yang cukup spesifik; pendokumentasian rahim. Dewi Candraningrum adalah pengajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta, ia juga kerap kali bersolidaritas untuk gerakan perempuan, lingkungan dan kemanusiaan. Salah satu aktivismenya dapat dilihat pada Gerakan Kendeng melawan pabrik semen. Aktivisme dan latar belakang kultural tersebut cukup banyak mempengaruhi karya-karyanya. Dewi mulai menekuni dunia seni rupa melalui lukisan-lukisannya tentang perjuangan perempuan.

Read more

As I Want: Suara Kami Akan Lebih Lantang Lagi

*Caution Trigger Warning*

“Why is giving birth to a girl a lifelong worry?” 

Photo Source: https://cineuropa.org/film/397408/

Seorang perempuan yang sedang mengandung tampak mengelus-elus perutnya. Muncul gambar hitam putih dan banyak percakapan yang ia pertanyakan sendiri. Sampai pada satu titik, ia mengutip sebuah pernyataan, “you can hang your diploma on the kitchen,” sebab kata mamanya tempat terbaik untuk perempuan adalah rumah suami. Seolah itulah jawaban dunia atas pertanyaan-pertanyaannya tentang dirinya.

Read more

Perempuan yang Melawan dalam Film Tanah Ibu Kami

Tanah Ibu Kami (Full Movie) - YouTube
Foto Mama Aleta; Yotube The Gecko Project

Jeritan beberapa perempuan terdengar dari balik layar ponsel saya.

Layar hitam dihiasi beberapa kalimat muncul. Salah satu petikan kalimatnya berbunyi, “Dalam beberapa kasus, perlawanan dipimpin oleh perempuan”. Dalam layar itu, muncul seorang jurnalis perempuan bernama Febriana Firdaus. Dia duduk di bandara sembari mengingat kejadian empat tahun lalu saat dirinya menyaksikan ibu-ibu Kendeng menyemen kaki mereka di depan Istana Negara.

Cerita perempuan tersebut terekam dalam sebuah film dokumenter yang diproduksi The Gecko Project dan Mongabay. Film berjudul Tanah Ibu Kami ini telah tayang perdana pada 2 November 2020 di kanal YouTube The Gecko Project.

Read more