Kembalinya Tren Tie Dye di Masa Pandemi Corona

Tie dye seakan menjadi unofficial uniform dikala pandemi corona. Style ini kembali menjadi tren fesyen ketika orang-orang harus menghabiskan waktunya lebih lama di rumah saja. Semua orang, dari selebritas, influencer, hingga youtuber pun turut ambil bagian dalam tren mode ini. Para pesohor yang biasanya identik dengan street fashion-nya, saat ini berbalik mempopulerkan home fashion.

Bahkan mengutip Today, dalam platform sosial-kreatif Pinterest, untuk pencarian dengan kata kunci “tie-dye at home” meningkat tajam hingga mencapai 462% dari minggu sebelumnya—per-April 2020. Disusul dengan kata kunci “how to crumple tie-dye” dengan peningkatan 376%. Dalam wawancara Larkin Brown—Pinterest’s experience researcher—bersama Today, menurutnya “peningkatan pencarian soal tie-dye terjadi ketika model ini tidak hanya menjadi konsumsi semata, melainkan dapat disesuaikan sebagai aktivitas DIY di rumah.”

Aktivitas DIY di rumah menjadi alternatif bagi orang-orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di rumah, dalam upaya mengurangi penyebaran virus corona. Menciptakan tie dye sendiri menjadi kegiatan yang memicu kegembiraan dan seni mewarnai ini membantu melancarkan kreativitas.

Selain itu, pencarian untuk produk-produk tie-dye tak kalah banyaknya. Seperti dilansir The Oprah Magazine, pencarian dengan kata kunci “tie dye loungewear” di Google Search meningkat hingga 5.000% dari tahun lalu. Peningkatan ini dimulai dari bulan Maret tahun 2019 hingga masa pademi corona saat ini. Disusul pencarian lainnya yang semakin meningkat yaitu kata kunci “tie dye masks” dan “sweat sets”.

Kemudian berbagai rumah mode di seluruh dunia seperti Dior, Prada, Oscar de la Renta, Stella McCartney maupun Alberta Ferretti turut menghadirkan tie dye dalam koleksi spring-summer mereka. Bahkan di masa pandemi ini, Rapper asal Amerika Serikat, Jaden Smith khusus menciptakan lini fesyen bernama MSFTSrep yang memproduksi berbagai macam produk tie dye.

Tren ini juga merambah ke bisnis fesyen retail seperti H&M, Topshop, hingga berbagai lini fesyen yang menghadirkan model dan harga yang jauh berbeda. Seperti di Indonesia, kita kerap menemukan online shop ataupun boutique yang memajang berbagai macam produk tie dye-nya.

Tie Dye Membawa Semangat Eco-Fashion

Munculnya tren tie dye turut mengarahkan industri fesyen dunia kepada bentuk-bentuk keberlanjutan. Seperti dilansir Harpers Bazaar, industri fesyen telah merubah dirinya untuk mengedepankan etika dan keberlanjutan. Kemudian semakin banyak perusahaan yang menganggap ide dari fast fashion sebagai sebuah keterbelakangan. 

Perubahan industri dan semakin berkembangannya tren tie dye telah memperkuat ide dari sustainability fashion yang didasari atas rasa tanggung jawab. Hal ini melahirkan bentuk-bentuk dari eco fashion dan pewarna alami yang ramah lingkungan. 

Tie dye telah menjadi simbol dari individualitas, ekspresi kreatif, sprit of free love, dan social liberation. Seperti diungkapkan oleh A Sai Ta dalam wawancaranya bersama Harpers Bazaar, tie dye merefleksikan bentuk dari kebebasan dan harapan. Jika dilihat dari prosesnya, tie dye menciptakan hasil yang tidak terduga dan hal itu yang menjadi “mood” era ini. 

Sejarah Tie Dye

Jika dilihat dari sejarahnya, tie dye hadir dalam berbagai versi. Model ini lahir berawal dari praktik dekorasi kain menggunakan pewarna—yang berakar dari India, Jepang, Indonesia, dan Afrika Barat. Seni pewarnaan kain yang berasal dari Indonesia pun mendapat banyak perhatian dunia. Bahkan dalam wawancara von der Goltz bersama Harpers Bazaar, menurutnya “banyak yang mencari sesuatu yang spesial seperti batik dan kain-kain dari kerajinan tangan.” 

Kemudian di belahan bumi lainnya, teknik dekorasi kain menggunakan pewarna, juga hadir di Afrika. Teknik dekorasi tekstil yang telah berjalan lebih dari 600 tahun ini dibawa oleh imigran Afrika—yang dibawa paksa oleh pemerintahan kolonial—ke Amerika Serikat. 

Hingga akhir tahun 1800an, teknik ini berkembang di Amerika Serikat dan selanjutnya diadopsi oleh gerakan hippe yang mengedepankan penampilan colorful. Mengutip Today, tie dye di Amerika Serikat pada era 1960an semakin melonjak popularitasnya ketika gerakan countercultural yang digagas oleh kelompok sub-kultur yaitu hippie lahir. Gerakan ini juga termasuk merespon industri fesyen yang pada saat itu terus memproduksi pakaian siap pakai secara massal.

Gerakan hippie hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap tren berpakaian yang homogen. Lalu, menjadikan tie dye sebagai alternatif, yang dalam produksinya dapat dilakukan sendiri. Teknik dan gaya ini pun merefleksikan bentuk kebebasan, liberation, dan individualitas. Maka dari itu tie dye kerap diidentaikan dengan gerakan hippie.

Semenjak itu, tie dye berkembang pesat di dunia fesyen. Tren-nya muncul dan redup, namun ketika tren ini kembali, sering kali menjadi kebangkitan gerakan “kelompok hippie” yang lebih besar, tentang perjuangan kebebasan dan individualitas.