Perjuangan Agraria Petani Eks-Transmigran Timor Timur

Sejauh 964,4 mil tempat di mana Nengah Kisid pernah menanam berbagai jenis tanaman pangan dengan mudahnya. Ia tidak pernah berpikir tentang keberadaan air, karena selalu ada dan berlimpah, atau tanah yang tak perlu diminta ia sudah dapatkan. “Pokoknya kita tinggal pilih aja mau tanam apa, karena airnya sepanjang tahun mengalir, jadi potensi pertaniannya besar,” kenang pria yang ikut program transmigrasi pada 1985. Tentu kondisi yang berbanding terbalik dengan yang Nengah Kisid rasakan saat ini. Tepatnya setelah kembali dari Timor Timur pasca jajak pendapat pada 1999.

Read more

Krisis Air di Utara: Ketidakadilan Akses Air di Bali

Made Suartini berbagi suka duka menjadi petani di Desa Les, 6 Mei 2023 (Foto: Bandem Kamandalu)

Air mengalir di sepanjang jalur irigasi dan menghidupi padi-padi yang mulai tumbuh di sebuah desa pesisir utara Bali. Desa yang dipenuhi hamparan terasering yang membuka pandangan langsung ke laut. Pemandangan dan masa yang indah itu kali ini hanya menjadi kenangan Made Suartini, petani dari Desa Les. Tidak pernah terbayang oleh perempuan berusia 70 tahun ini, bahwa padi-padi itu akan hilang dan menjadi lahan kering yang berbentuk terasering. “Dulu kan yehne gede, sing ade kemu-mai, cukup untuk ngurus carik. Mangkin nak nyiram ten dados driki, ten ade iyeh. Wawu hujan, wawu wenten air. [Dulu airnya masih besar, tidak perlu kesana-kesini, cukup untuk menyiram sawah. Tapi sekarang menyiram tidak bisa, tidak ada air. Kalau ada hujan, baru ada air],” ungkap Made Suartini.

Read more

Hulu Sebagai Penyangga Air yang Juga Dihantui Krisis

Air seolah menjadi hal yang paling sering ditemui masyarakat di hulu Bali, Batur sebagai daerah hulu Bali dikenal sebagai salah satu pusat peradaban air di Bali. Hal ini dapat dilihat dari suplai cadangan air di wilayah hutan Gunung Batur, wilayah Danau Batur, dan sebelas sumber air yang mengeliling Batur; sering disebut sebagai petirtaan solas yang juga menjadi sumber toya bagi umat hindu di Pura Ulun Danu Batur

Dekatnya warga Batur dengan sumber air ini seolah menjadi paradoks di kemudian hari, bahwa kosmologi yang diturunkan leluhurnya dengan begitu canggih itu perlahan dihantui oleh krisis air yang semakin menjadi. Sulitnya mengakses sumber-sumber air telah dirasakan oleh I Wayan Arya, petani yang juga menjadi Jro Kasinoman di Pura Ulun Danu Batur. Selain karena faktor geografis, faktor lain terkait distribusi dari PDAM juga dirasa masih kurang berpihak.  “Dulu di sini ndak ada mengaliri air. Dulu ngambil sendiri-sendiri ke sana [sumber air]. Pake belek atau jerigen. Sekarang sudah ada mesin. Wenten pompa. Tapi yen ampun musim panas,  ngantre. Bergilir, dapat dikit-dikit. Paling cukup untuk kebutuhan rumah tangga aja. Ndak bisa make air untuk nyiram itu. Untuk nyemprot ndak bisa. Kurang itu.” pungkas I Wayan Arya.

Read more