Mengapa Endek menjadi Pilihan Dior dalam Koleksi Spring-Summer 2021?

Courtesy of Vogue

Dior hadir dengan perubahan yang cukup ekstrim di Paris Fashion Week 2020. Creative Director Dior, Maria Grazia Chiuri mengakui transformasi ini cukup jauh dari tampilan Dior pada umumnya, karena sebelumnya Dior adalah rumah mode yang dikenal dengan koleksi couture-nya. Vogue melansir, penampilan baru Dior di koleksi Spring-Summer 2021 kali ini dapat dilihat dari hadirnya sentuhan etnik di berbagai koleksi The New Silhouette Dior: jaket dengan pakaian dan celana. Salah satunya penggunaan kain Endek asal Bali, Indonesia. 

Untuk pertama kalinya Dior memilih ikat asal Bali ini sebagai bagian dari koleksi ready-to-wear. Dari sekitar 86 koleksi terbaru Dior, terdapat 9 desain dengan motif kain Endek. Dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri di Paris, penggunaan Endek merupakan upaya Christian Dior untuk mengangkat nilai dari kebudayaan serta craftsmanship dari para penenun khususnya perempuan. Selain itu, Christian Dior juga berencana untuk mencantumkan daerah asal kain Endek dalam label baju atau pakaian nantinya, sebagai bentuk pengakuan terhadap para penenun di Bali. Khusus untuk koleksi chiné dan penggunaan teknik ikat ini dipercaya Chiuri sebagai interpretasi dari berbagai budaya berbeda yang dikombinasikan dalam sebuah pakaian.

Desain Set dengan Kolase

Upaya Dior untuk memperlihatkan pandangan lain dari fesyen juga didukung desain set yang dikreasikan oleh seniman Lucia Marcucci. Seniman avant-garde asal Italia ini menggunakan kolase sebagai elemen kreatifnya. Sebagaimana aspek kolase menjadi dominan dalam koleksi SS2021.

Courtesy of Vogue & Dior

Desain set menyerupai Katedral Gotik dengan pencahayaan yang minim dan jendela kaca patri semakin menonjolkan narasi dalam kolase karya Marcucci. Mengutip Harpers Bazaar, Lightbox installation ini diberi nama Vetrata di poesia visiva yang berarti Puisi Visual di Kaca Patri. Gambar-gambar yang digunting dan disusun menjadi “puisi visual” tersebut diambil dari berbagai majalah yang membahas tentang karya-karya fundamental dalam sejarah seni. Dampaknya adalah untuk membingkai ulang karya-karya tersebut menjadi wacana feminis. Sebuah agenda yang dieksplorasi Chiuri pada koleksi setiap musimnya. Wanita yang pernah menempuh pendidikan di Istituto Europeo di Design ini menegaskan, kebebasan perempuan berhubungan erat dengan cara berpakaiannya, dan pakaian nyaman adalah kebebasan.

Nyanyian Puitis dalam Show

Narasi kebebasan dan keberagaman juga digaungkan melalui penampilan Sequenza 9.3 yang dipandu oleh Catherine Simonpietri disepanjang peragaan busana SS2021. Suara-suara itu berpijak pada karya Lucia Ronchetti yang berjudul Sangu di rosa. Komposer asal Italia ini telah menciptakan kombinasi kata dan suara yang melahirkan simbol dari keberagaman. Peragaan busana yang berlangsung di Jardin des Tuileries ini telah menunjukan kekayaan budaya yang pluralistik melalui prisma tunggal dan kuat dari suara-suara wanita, seperti dikutip pada laman resmi Dior “Le Savoir-Faire”.

Courtesy of Dior

Sejarah Ikat

Kekayaan dari keberagaman budaya menjadi titik keberangkatan Dior dalam koleksi SS2021. Hal ini yang menjadi alasan kuat pemilihan Endek yang dikombinasikan dengan Chiné. Berdasarkan temuan tim riset Dior, Ikat yang dibawa ke Prancis pada tahun 1800an telah dialih-namakan menjadi Chiné. Kemudian melalui Chiné, ikat diinterpretasikan ulang dengan mengganti proses pencelupan—yang menjadi khas ikat—dengan metode pencetakan untuk menciptakan pola yang lebih kompleks. Secara historis, ikat hadir pada abad ke-16, dimulai dari Cina, kemudian menyebar ke budaya Austronesian, seperti Borneo, Filipina, Indonesia, Thailand, bahkan juga Amerika seperti Guatemala ataupun Mexico. Maka dari itu, tim riset Dior mengakui hadirnya keberagaman dalam Ikat telah menjadi simbol dari kemanusiaan.

Courtesy of Dior & BaliExpress

Ikat pilihan Chiuri merupakan Endek yang langsung diproduksi oleh pengrajin Bali. Endek sendiri berasal dari bahasa setempat yaitu “gendekan” atau “ngendek” yang berarti diam atau tetap. Sebutan ini merujuk pada ciri khas dari Endek yang tidak mudah berubah warna. Urs Ramseyer dalam artikelnya yang berjudul The Traditional Textile Craft and Textile Workshops of Sidemen, Bali mengatakan ikat telah berkembang dari abad ke-15 di masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Era ini merupakan masa keemasan bagi sastra, musik, teater, dan seni kerajinan tangan di Bali. Kemudian pada pertengahan abad ke-16, Desa Sidemen dijadikan sebagai pusat penghasil kain dengan teknik ikat—endek dan songket—karena kondisi iklim yang sesuai untuk melakukan aktivitas yang memerlukan ketekunan dan ketenangan seperti menenun maupun meditasi.

Sampai saat ini perempuan-perempuan di Desa Sidemen masih memproduksi endek, sehingga masih menjadikannya sebagai salah satu pusat penghasil kerajinan ikat di Bali. Dior memandang para pengrajin ikat dengan teknik pengerjaan yang halus dan penuh ketekunan ini merupakan bahasa itu sendiri, sebuah cara untuk mengekspresikan dan menegaskan feminitas yang semakin menggema. Sebagaimana komitmen dan filosofi yang dijunjung Chiuri sebagai Creative Director dalam Dior women’s collections.

Membawa Endek dalam koleksi Spring-Summer 2021 merupakan upaya Dior sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman yang menakjubkan dari savoir-faire dan para penenun. Berangkat dari hal tersebut, Dior berkomitmen untuk turut serta dalam melestarikan warisan budaya dunia ini dengan menjalin hubungan kerjasama dengan para ahli dan penenun lokal, serta memastikan teknik ikat dan menenun ini terus berjalan.